Rencana PPh Impor Naik, Pemerintah Harus Berhitung Dampak
Rencana kenaikan pajak penghasilan (PPh) atas barang konsumsi impor yang diambil pemerintah merupakan bentuk kepanikan, karena menipisnya cadangan devisa dan defisit transaksi berjalan. Ini bukti ada pengelolaan internal yang belum baik di sektor ekonomi. Pemerintah pun diimbau berhitung betul atas dampak yang akan terjadi.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/8/2018) menyatakan, menaikkan PPh terhadap 900 barang konsumsi tentu akan berdampak pada berkurangnya barang konsumsi impor yang masuk ke dalam negeri. Seperti diketahui, Kementerian Keuangan RI berencana menaikkan PPh atas 900 barang konsumsi impor yang bertujuan mengendalikan defisit neraca perdagangan yang sempat mencapai 3 persen.
Pemerintah juga diserukan agar menghitung dampaknya terhadap realisasi target penerimaan pajak tahun 2018 dan 2019 dengan kebijakan yang diambil tersebut. Target penerimaan perpajakan APBN 2018 sebesar Rp1.618,1 triliun dan diproyeksikan terealisasi Rp1.548,5 triliun. Sementara pada RAPBN 2019, pemerintah menaikkan target penerimaan perpajakan jadi Rp1.781 triliun. Untuk itu, pemerintah diimbau harus benar-benar prudent.
Sebetulnya, menurut Heri, rencana kenaikkan PPh ini mempertegas adanya masalah mendasar, yaitu melemahnya rupiah. Derasnya barang-barang impor memang jadi penyebab defisit transaksi berjalan melebar. Melebarnya transaksi berjalan itulah yang melemahkan rupiah terhadap dolar AS. Ditambahkannya, pemerintah harus lebih berhati-hati mengidentifikasi komoditas impor apa saja yang dapat diganti dengan produk dalam negeri.
“Kalau tidak, itu akan memberi dampak pada industri, terutama industri manufaktur yang menyumbang pajak besar. Selain itu, pemerintah harus mengantisipasi efek berantai lain apabila kebijakan PPh itu kemudian berimplikasi pada terbatasnya barang konsumsi impor yang dapat berdampak pada tingginya biaya produksi industri manufaktur,” imbuh politisi Partai Gerindra itu. (mh/sf)